Kejadian
ini berlangsung sekitar dua tahun yang lalu. Waktu itu isteri saya dinyatakan
hamil. Alat untuk memvonis kehamilannya adalah tespek yang saya beli beberapa
hari sebelumnya di apotek. Hati pun berbunga-bunga bagai kamboja yang bemekaran
di musim hujan.
Seketika,
saya menjelma menjadi suami siaga. Kalau di Pramuka, sedikit lagi naik tingkat
jadi suami penggalang, lalu penegak, bahkan pandega. Semua keperluan isteri
saya layani dengan baik. Tentu karena tak sabar mendambakan kehadiran sang buah
hati yang sedang dikandungnya.
Menginjak
kehamilan beberapa minggu, isteri saya mengalami peluruhan flek. Timbul
bercak-bercak darah dari pangkal pahanya. Bintik-bintik kecil serupa daging
sebiji berluruhan.
Duh,
derajat kecemasan saya seketika naik beberapa tingkat secara signifikan. Detak
jantung saya pun frekuensinya lebih cepat dari biasanya. Kepanikan saya tidak
terbilang.
Saya
membujuk sang isteri untuk mengecek keadaannya di puskesmas. Siapa tahu, ada
bantuan medis yang bisa diberikan untuk menangani masalahnya.
Akan
tetapi, bujukan dan rayuan itu ditolak mentah-mentah oleh sang isteri. Katanya,
ia tidak suka dengan aroma puskesmas yang dipenuhi dengan bau obat-obatan.
Maklum, ia tidak terbiasa menghirup aroma obat.
Beberapa
hari kemudian, di suatu siang, saya kembali mendaratkan bujukan agar sang
isteri sudi diajak periksa ke puskesmas. Sumpah, bujukan ini sama getarannya
dengan tingkat kekhawatiran saya.
Alhamdulillah.
Beliau pun menyanggupi bujukan saya. Kendatipun dengan anggukan yang berat dan
lamban. Namun, persetujuan itu spontan membangkitkan semangat saya untuk
mengantarnya ke puskesmas. Cayo!!!
Siang
yang terik itu, saya membonceng sang isteri dengan menggunakan motor menuju
puskesmas. Sesampai di sana kami berjalan kaki menuju ruang rawat inap. Saya
tidak tahu kalau awal masuk puskesmas harus melalui UGD. Ketidaktahuan saya
karena biasanya saya menjenguk orang ya langsung ke ruang rawat inap.
Begitu
tiba di depan meja resepsionis, sembari berdiri menggandeng tangan sang isteri,
saya melaporkan kondisi isteri kepada para perawat.
"Maaf,
Ibu. Isteri saya sedang hamil muda. Tapi, muncul bercak-bercak darah dari
pangkal pahanya. Mungkin bisa dibantu," kata saya dengan suara selantang
semangat empat lima meski hati sedang cemas. Takut, kalau-kalau isteri saya
berubah pikiran dan memaksa kembali ke rumah.
Salah
seorang perawat memberi tahu masalah yang isteri saya hadapi. Lalu cara
penanganannya. Namun, karena otak saya memang tidak punya perbendaharaan soal
kesehatan, saya tak paham-paham juga. Hal yang saya inginkan saat itu adalah
bahwa isteri saya harus rawat inap di puskesmas.
Dalam
keadaan bingung berbalut kalut itu, tiba-tiba muncul dari luar seorang perawat
yang merupakan adik kelas saya dulu di SMP. Ia menuju kamar perawat lalu
kembali berdiri di meja resepsionis. Saya lalu menyampaikan permasalahan isteri
saya kepadanya.
"Aduh,
Pak. Kalau isteri dalam keadaan begitu, obat satu-satunya cuma bedrest," ujarnya sembari merapikan
beberapa berkas di atas meja resepsionis tanpa memandang saya.
"Ya,
sudah. Kalau begitu, tolong bedrest
dibungkus ya, Bu!" sela saya bersemangat.
Seketika,
para perawat yang berdiri di belakang meja resepsionis tersenyum-senyum menatap
saya. Bahkan, ada satu dua perawat yang tertawa ringan.
Sekira
dua tiga menit berlalu, para perawat itu reda tawanya. Lalu, teman saya yang
perawat itu tampil menjelaskan.
"Begini,
Pak. Bedrest itu artinya tidur tidak
bangun-bangun atau tidak baring-baring. Tidur terlentang saja. Supaya kandungan
ibu hamil menjadi kokoh dan tidak goyah," terangnya sembari tersipu-sipu
menatapku.
Duar!!!!
Saya
jadi senyum-senyum sendiri. Maklum, lantaran terlalu bersemangat, saya tidak
bertanya dulu apa itu bedrest. Saya
justru langsung meminta para perawat membungkus bedrest itu.
Bagaimana
tidak saya minta dibungkuskan bedrest. Kata teman saya yang perawat tadi bahwa
sakit isteri saya hanya bisa disembuhkan pakai obat bedrest. Saya mengira, bedrest itu bentuknya sama dengan
Bodrex.
Akhirnya,
kami berdua memutuskan kembali ke rumah. Biar kami obati saja pakai bedrest yang sudah siap sedia di rumah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar