Foto: Tri Buddy
|
Bupati
Flores Timur Antonius H. Gege Hadjon, ST, mengingatkan ASN dilingkungan
Pemerintah Kabupaten Flores Timur harus mampu berperan aktif meluruskan
berbagai informasi yang salah yang beredar di tengah masyarakat, lingkungan
kerja ataupun berbagai informasi yang disampaikan melalui media sosial yang
tidak benar terkait perkembangan pembangunan atau pelayanan kepada masyarakat
di daerah ini.
Bupati
Anton menyampaikan hal itu, usai melantik pejabat administrator dan pengawas
dilingkungan Pemerintah Kabupaten Flores Timur, di Aula Setda, Kamis 31/01)
Bupati Anton Hadjon pada kesempatan itu menjelaskan secara rinci mulai dari
pemeriksaan Tim Penyelesaian Tunturan Ganti Rugi (TPTGR) atas temuan BPKP sejak
tahun 2003; Pemberhentian tidak dengan hormat 8 orang ASN; Pembangunan JTP Sagu
dan Pembangunan Gedung Kantor DPRD Flotim yang baru.
"Saya
harus cerita ini, supaya jangan tangkap itu mentah mentah. Kalau bisa ceritakan
kembali kepada yang lain, saya menyampaikan terima kasih, karena sudah berusaha
bersama meluruskan informasi yang salah, tapi tidak mau juga saya tetap
trimakasih, ungkap Bupati Anton Hadjon.
Bupati
Anton Hadjon menjelaskan, akhir-akhir ini dilingkungan Pemerintah Kabupaten
Flores Timur sementara dilaksanakan sidang TPTGR. Sidang ini serupa dengan
sidang di pengadilan, sehingga banyak yang beranggapan Bupati, Wakil Bupati dan
Sekda bermaksud menambah beban para pegawai. "Banyak juga yang sampekan,
ya bunyinya kecil-kecil, Pa Bupati, Pa Wakil, Pa Sekda ini bikin pegawai tambah
beban, ungkapnya. Padahal lanjut Bupati Anton Hadjon, sidang yang dilakukan
TPTGR dimaksud adalah tindak lanjut dari hasil pemeriksaan terhadap berbagai
persoalan yang terbawa dari tahun ke tahun. Sejak tahun 2003 dan 2004 sampai
dengan tahun ini, banyak sekali hasil temuan yang tidak di tindaklanjuti.
Pemerintah sudah melaksanakan komitmen bersama dengan Aparat Penegak Hukum
(APH), agar dapat diselesaikan terlebih dahulu melalui sidang TPTGR, dan jika
yang bersangkutan dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya, maka penyelesaiannya
berhenti di tingkat TPTGR saja, tetapi kalau dalam jangka waktu tertentu ASN
yang bersangkutan tidak mampu menyelesaikan itu maka pemerintah berkewajiban
untuk menyerahkan kepada APH untuk ditindaklanjuti. Karena itu langkah yang
ditempuh ini sebenarnya menjaga ASN Flores Timur supaya tidak sampai ditangani
oleh APH.
"Jadi
kalau kita bisa sidang mempertanggungjawabkannya apa yang menjadi perbuatan
kita, itu kita bisa berhenti habisnya disini, tetapi kalau dalam jangka waktu
tertentu kita tidak mampu menyelesaikan itu maka pemerintah punya kewajiban
untuk menyerahkan kepada APH untuk menundaklanjuti yang lebih lanjut. tegas
Bupati Anton Hadjon mengingatkan.
Menyinggung
dalam bulan ini sebanyak 8 orang diberhentikan tidak dengan hormat sebagai ASN,
Bupati Anton Hadjon mengatakan dirinya dengan berat hati memberhentikan para
ASN tersebut. Hal ini dikarenakan aturan yang semakin keras terkait dengan
pelanggaran seorang ASN; meskipun Ia menyadari ada upaya banding yang dilakukan
ASN yang bersangkutan hingga ke Makamah Agung.
"Memang
pada saat itu juga masih ada upaya banding yang dilakukan ke MK terhadap
keputusan ini. tetapi saya mau sampaikan satu hari saja di penjara seorang ASN
itu di berhentikan tidak dengan hormat tanpa pensiun jadi kita semua jaga, dan
memang dalam tahun-tahun terakhir ini para pejabat harus jaga benar kerjanya
apalagi Bupati, tegasnya mengingatkan.
Negara
ini telah mencipatakan lembaga-lembaga dengan tugas dan kewanangannya
masing-masing. Semua orang bebas untuk melihat dan memantau setiap pergerakan
ASN dan tidak ada hal yang tertutup. Bupati Anton Hadjon menceriterakan bahwa
dirinya suatu hari pernah dikunjungi KPK. Bertempat di ruang kerjanya Ia
ditanya terkait telepon genggamnya (HP) yang jarang aktif. Tim KPK itu menduga
Bupati Flores Timur ini memiliki dua HP, namun Bupati Anton Hadjon mengatakan
bahwa dirinya hanya memiliki satu HP. Bupati Anton Hadjon menjelaskan, salah
seorang tim KPK pada saat bertamu diruang kerjanya itu coba menghubunginya
melalui nomor telepon genggamnya (HP), namun pada saat yang bersamaan HPnya
sedang dicas dalam kadaan tidak aktif.
"Saya
satu hari KPK berkunjung ke ruang saya, beliau sampaikan begini, Pa Bupati
HPnya ini jarang aktif ya, apakah Pa Bupati punya 2 HP, saya bilang tidak, saya
punya 1 HP. Ini saya telepon tidak masuk ya, ya lagi di cas disana, ungkapnya
polos.
Menanggapi
demo yang disampaikan oleh kelompok "Gertak dari Florata, Bupati Anton
Hadjon mengatakan demo tersebut ingin menyampaikan 9 point dengan sangkaan
kerugian keuangan negara. Terkait hal ini, Ia teringat pendapat salah seorang
Capres sebagaimana yang Ia saksikan di televisi pada acara debat capres, dimana
salah seorang Capres mengatakan semua lembaga sudah ada, silakan melaporkan
kalau itu ada bukti. "Seperti kita nonton di TV ketika debat capres
kebetulan salah satu calon presidenya ketika ditanya, calon prepresiden hanya
menjawab semua lembaga sudah ada silakan laporkan kalau itu ada bukti,
ungkapnya
Ditegaskan,
media sosial itu sangat gampang merusak citra seseorang. "Kita boleh
menulis ketidakbenaran tetapi orang yang membaca itu bisa menerima itu sebagai
sebuah kebenaran. Saya tidak tahu, apakah itu termasuk dalam dosa atau tidak.
Kalau itu termasuk dalam dosa tentu saya menjaga untuk tidak berbuat demikian
dan itu adalah manusia, katanya.
Manusia
yang benar menurutnya adalah manusia yang bisa menjaga antara ucapan dan
perbuatan. Ia menyampaikan ini, karena akhir-akhir ini begitu gencarnya media
sosial memperbincangkan kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah.
"Saya
hanya mau menyampaikan ini karena media sosial akhir-akhir ini begitu luar
biasa gencar memperbincangkan kebijakan pemerintah. Saya juga merasa diri
begitu kotorkah saya. Sebentar kalau mereka baca pernyataan kemudian memberikan
kesempatan, saya pasti juga akan sampaikan, ungkapnya.
Sementara
untuk pembangunan jembatan sagu, Bupati Anton Hadjon menjelaskan, jembatan itu
dibangun dengan menggunakan dana DAK yang ditetapkan dalam APBD tahun 2016 .
Ketika dirinya dilantik pada tanggal 22 Mei 2017, Kepala Dinas Perhubungan
Kabupaten Flores Timur, Anton Lebi Raya bersama tim perencana menemui dirinya.
Kepada Bupati Anton Hadjon, Kadis Anton lebi menyampaikan bahwa Dinasnya
mendapat dana DAK yang diperuntukan membangun beberapa JTP di Kabupaten Flores
Timur, salah satunya JTP Sagu. Kadis Anton Lebi, juga menjelaskan bahwa
pihaknya belum dapat melaksanakan pembangunan JTP tersebut mengingat hasil
perencanaan menunjukan bahwa dengan angka sekian panjang jembatan hanya sampai
dititik A dan tidak bisa mencapai titik B sebagaimana yang direncanakan semula.
Dijelaskan Bupati Anton Hadjon, titik A yang dimaksudkan Kadis Perhubungan itu
adalah titik dimana jembatan itu tidak dapat berfungsi secara maksimal, karena
ketika air laut mengalami surut besar, maka para nelayan tidak dapat
menambatkan perahunya pada jembatan dimaksud.
Menindaklanjuti
penjelasan Kadis Anton Lebi dan timnya, Bupati Anton Hadjon langsung menggelar
rapat dengan mengundang Pimpinan DPRD dan pihak Kejaksaan Negeri Flores Timur.
Rapat yang berlangsung diruang kerja Bupati itu; Tim perecana dipersilakan
untuk melapor semua hasil perencanaanya. Pada rapat bersama ini ditemukan tiga
alternatif pilihan. Antara lain Pertama, jembatan dibangun dengan kondisi yang
ada, dimana para nelayan pada saat air laut surut besar tidak dapat menambatkan
perahunya pada jembatan tersebut; Kedua, jembatan dibangun setelah mendapat
tambahan anggaran, namun hal ini menurutnya tidak bisa karena berada pada
pertengahan tahun dan Ketiga, jembatan tidak jadi dibangun dan konsekuensinya
anggaran dikembalikan ke pusat. Tiga pilihan ini yang dibuat dengan segala
pertimbangan yang matang, akhirnya disepakati jembatan ini tetap di bangun
dengan kesadaran bahwa jembatan ini tidak berfungsi secara maksimal. Jembatan
hanya berfungsi ketika air pasang besar, dia tidak bisa berfungsi ketika air
surut besar.
"Tiga
pilihan ini yang harus kita buat, kalau tidak bangun pasti dana ini akan
dikembalikan karena ini dana DAK. Kalau kita tambah anggaran, ini tengah tahun.
Kita harus bangun akhirnya. Bangun dengan kesadaran bahwa tambatan ini dia
tidak berfungsi secara maksimal, dia hanya berfungsi ketika air pasang besar,
dia tidak bisa berfungsi ketika air surut besar, ungkapnya.
Makanya
menurut Bupati Anton Hadjon, kalau foto yang dikirim kemana mana itu, diujung
jembatan tersebut ada besi yang lewat dan besi itu adalah bagian dari kesiapan
untuk melanjutkan kembali ketika Pemerintah mempunyai anggaran pembangunan.
Untuk
menindaklanjuti hasil pertemuan tersebut, ia kemudian menugaskan Kadis
Perhubungan untuk melakukan pertemuan dengan masyarakat Desa Sagu untuk menggambarkan
kondisi sebenarnya setelah jembatan itu selesai dikerjakan. "Saya
sampaikan ke Pa Kadis, Kadisnya itu masih Pa Anton, lakukan pertemuan di desa
untuk menggambarkan kondisi ini, buatkan berita acaranya, ungkapnya
Dari
hasil pertemuan itu, menurut laporan Kadis Anton Lebi kepada Bupati Anton
Hadjon, masyarakat Desa Sagu setuju tetap dibangun dengan kondisi seperti yang
disampaikan dengan harapan untuk nantinya bisa dianggarkan lagi dalam rangka
memperpanjang tambatan yang ada. Hal ini dibuktikan dengan berita acara yang
ditandangani oleh Kepala Desa dan Tokoh masyarakat setempat. "Ya kami
setuju tetap dibangun dengan kondisi seperti yang disampaikan dengan harapan
untuk nanti bisa dianggarkan lagi memperpanjang tambatan yang ada, ungkap
Bupati Anton Hadjon meneruskan pernyataan sikap masyarakat Desa Sagu yang
dilaporkan Kadis Anton Lebi kepada dirinya.
Bupati
Anton Hadjon mengatakan, Ia sengaja menyampaikan hal ini karena menduga banyak
orang memperbincangkan dirinya terutama dilingkungan ASN terkait kebijakan yang
ditempuh. Karena itu Ia memanfaatkan kesempatan ini untuk menyampaikan apa
adanya, bukan untuk pembenaran diri.
"Orang
di kantor itu mulai bisik bisik, pas jam kerja ada ka tidak ada, ei Pa Bupati
ini bagaimana, ternyata beginikah Bupati Flores Timur. Saya sampaikan apa
adanya ini bukan sebuah pembenaran diri. ungkapnya. Ada juga menurut Bupati
Anton Hadjon, yang menyampaikan bahwa gara gara Bupatinya orang waibalun Kantor
DPRD dibangun di Waibalun. Dengan tegas Ia menepis anggapan itu dengan
mengatakan Gedung Bale Gelekat itu adalah sejarah dan tidak ada orang Flores
Timur yang boleh melupakan sejarah. "Saya yang jas merah ini tidak akan
melupakan sejarah, katanya.
Bupati
Anton Hadjon kemudian balik bertanya, masih bisa bermanfaatkah untuk lembaga
DPRD melaksanakan fungsinya sebagai Anggota DPRD. Sementara kondisi gedung
sendiri dengan ruangan yang ada tidak bisa digunakan lagi. "Kita naik ke
lantai 2 itu goyang, ruangan diatas itu tidak bisa digunakan lagi. Itu kondisi,
ungkap Bupati Anton Hadjon menggambarkan kondisi sebenarnya gedung itu.
Kita
juga tidak bisa menutup mata terhadap perkembangan kota ini. Dijelaskan, Kota
Larantuka memanjang dan melebar tidak sampai satu kilometer. Kota ini akan
berkembang melingkari Gunung Ilemandiri, karenanya perlu juga pemusatan
pemusatan baru untuk mempercepat perkembangan kota sekaligus perkembangan
perekonimian masyarakat di daerah ini. "Saya juga tidak akan pindahkan
Kantor Bupati kesana, Saya juga tidak akan pindahkan Kantor PKO kesana, ya bukan
karena saya, tegas Bupati Anton Hadjon.
Tanah
ini aset Pemerintah Kabupaten Flores Timur di jaman Bupati Bapak Hendrikus
Hengky Mukin, pada tahun 1997 penggusuran itu terjadi yang pertama kali. Karena
pemerintah hendak memiliki lahan. Tahun 2002 direalisasikan pembeliannya oleh
Bupati Bapak Feliks Fernandez.
"
Ini karena Bupatinya orang Waibalun, Ketua DPRDnya orang Waibalun semua bawah
ke Waibalun, ei tidak ko, yang naksir pertama kali orang dari Ilebura, yang
bayar tanah pertama kali juga orang dari larantuka kota, Saya hanya mau
menfaatkan aset yang ada sebagai aset pemerintah daerah, yang tidak terurus
sekian tahun hampir hilang itu tanah, usaha untuk menyelesaikan
persoalan-persoalan kita buat, tegas Bupati Anton Hadjon.
Bupati
Anton Hadjon lebih jauh menjelaskan, Waktu jamannya Pak Yosni Herin sebagai
Bupati, lokasi itu mau dibangun GOR, namun ketika diukur, lahan itu tidak luas
seperti yang diperjualbelikan. Namun jauh sebelum itu di saat Pak Simon Hayon
sebagai Bupati, lahan itu sudah diketahui luas sebenarnya tidak mencukupi untuk
dibangun GOR karena lebarnya tidak cukup untuk sebuah lapangan.
Ini
merupakan aset Pemerintah Daerah, maka dirinya bersama Wakil Bupati Flores
Timur dengan dukungan DPRD Flotim berusaha menyelesaikan persoalan yang ada.
"Saya hanya membutuhkan waktu satu jam saja untuk membalikan tanah yang
3,6 Ha menjadi 5,1 Ha sebuah hal yang dibiarkan bertahun tahun, kita hanya mau
menggunakan aset kita dan kita butuh perkembangan kota ini. Waibalun itu juga
masih masuk Larantuka. Tanah yang dibeli itu bukan milik orang waibalun, Itu
tanah ulayat orang Lamawalang, tegas Bupati Anton Hadjon. (Teks: Try Buddy)
Foto: Tri Buddy
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar