Membangun rabat jalan di pedesaan terkesan merupakan pekerjaan yang berat. Namun pengalaman desa-desa yang pernah melaksanakannya menunjukkan bahwa kegiatan ini bukanlah upaya yang sulit. Terbukti, beberapa desa seputar wilayah Flores Timur telah berhasil membangun beberapa kilometer rabat jalan dengan sukses.
Di sekitar tempat asal penulis terdapat beberapa desa yang sudah ngebut membangun rabat jalan. Desa Baya misalnya, telah membuat rabat hampir 4 kilometer jalan menuju perbatasan desa Lewobele dan Waitukan. Desa lainnya, Lewobele, membangun sekitar dua kilometer rabat dari jalan lintas Waiwadan Lite menuju Lamawato hingga Lewopulo. Desa berikutnya, Demondei membangun tiga kilometer jalan menuju perbatasan Mewet (Desa Pandai). Sementara desa asal penulis sendiri, Watobaya, telah membangun sekitar lima kilometer rabat jalan di dua dusun. Ini belum terhitung desa-desa yang lain yang juga pernah dilintasi oleh penulis.
Target Volume Kerja
Berdasarkan proyeksi dari dana desa yang ada, dalam setahun bisa diselesaikan satu kilometer rabat jalan. Ini dapat dilakukan jika konsentrasi penggunaan dana desa tidak terpecah oleh program lain yang biayanya juga cukup besar. Untuk desa yang infrastruktur jalannya belum representatif, alangkah baiknya jika konsentrasi pembangunan terlebih dahulu difokuskan untuk jalan desa ini.
Sebagaimana disebutkan pada judul, target satu kilometer rabat dapat terselesaikan dengan pertimbangan ketersediaan dana dan tenaga kerja. Dari segi dana, pengadaan material, alat dan HOK dapat memanfaatkan sepenuhnya dana desa. Sementara dari sisi tenaga kerja, dalam sehari sebuah kelompok kerja dapat mengerjakan dua puluh meter rabat jalan. Asumsinya, jumlah anggota kelompok kerja ini, misalnya kelompok kerja dusun, berisi sekitar empat puluh tenaga kerja. Dengan demikian, jika di dalam desa ada lima kelompok kerja, maka masing-masing kelompok kerja mendapat giliran sepuluh kali pekerjaan rabat jalan dalam setahun. Lima kelompok kerja dikali sepuluh giliran kerja dikali duapuluh meter rabat hasilnya seribu meter atau satu kilometer rabat. Dan apabila dalam seminggu ditetapkan satu hari kerja, maka dalam rentang waktu tiga bulan pekerjaan rabat jalan satu kilometer tersebut dapat tuntas diselesaikan.
Bagaimana satu kelompok kerja dusun menyelesaikan dua puluh meter rabat jalan dalam sehari? Ini dia rincian pekerjaannya: dua puluh tenaga perempuan mengangkut material kerikil pecah untuk diisi ke mesin molen, dua tenaga pria menuang semen ke molen, dua orang operator molen, dan enam orang tenaga pria mengangkut campuran beton ke titik rabat menggunakan tiga gerobak. Sementara sepuluh tenaga pria yang tersisa meratakan campuran dan finishing permukaan rabat.
Dengan pembagian kerja seperti itu, jika terdapat empat puluh orang tenaga kerja pria dan wanita, setiap orang rata-rata dalam sehari dapat menyelesaikan 0,5x 3 meter rabat jalan. Rinciannya, setengah meter adalah panjang jalan, sementara tiga meter adalah lebar jalan. Atau jika dihitung total ada 20x3 atau 60 meter persegi rabat jalan diselesaikan dalam sehari. Ini adalah kegiatan yang rasional dan jauh dari kesan pengerahan tenaga kerja berlebihan, karena volume kerja sehari sama dengan kegiatan membuat lantai semen sebuah rumah berukuran 8x8 meter.
Dengan tenaga kerja 40 orang dan peralatan kerja serta material yang lengkap, maka pekerjaan tersebut mudah penyelesaiannya. Penulis sendiri, walaupun sehari-harinya bekerja di luar desa, jika ada kesempatan libur pasti ikut kegiatan rabat jalan ini. Sudah hampir sepuluh kali penulis ikuti kegiatan rabat jalan di desa asal. Teman-teman guru yang sedesa, kalau ada kesempatan libur pun pasti ikut kegiatan rabat jalan untuk memupuk semangat gemohing ala Lamaholot.
Perhatikan Kualitas
Kualitas pembangunan jalan akan menjamin durasi pemanfaatan jalan. Jika kualitas jalan bagus, maka penggunaannya dapat mencapai tiga puluh tahun ke depan. Namun jika kualitas ala kadarnya, maka dalam beberapa tahun pakai rabat jalan tersebut sudah rusak. Di lapangan sering ada istilah slang untuk rabat kualitas ala kadarnya. Para tukang menyebut "plester batu" untuk jalan kualitas buruk yang hanya terdiri dari beberapa centimeter campuran semen di atas batu padat karya tempo dulu. Kualitas pekerjaan seperti ini tentu tidak diharapkan karena malah lebih menyulitkan untuk dilintasi.
Rabat jalan kualitas baik umumnya setebal tigapuluh centimeter beton dengan campuran 321. Tiga pasir, dua kerikil pecah (bukan batu mangga) dan satu semen. Ini memang terkesan pemborosan bahan. Namun pikirkanlah bahwa jalan ini akan dilalui kendaraan dengan beban yang besar selama tiga puluh tahun ke depan. Maka ratusan juta rupiah yang dihabiskan untuk semen, kerikil dan pasir tidak ada artinya dibandingkan dengan milyaran rupiah hasil bumi yang melintas di atas jalan ini. Apalagi seperlima dari pengeluaran belanja material masuk ke kantong warga sendiri jika dilakukan pengadaan material lokal yang membuka kesempatan kerja bagi warga yang menambang kerikil pecah.
Desa Merebut Kota
Sebelum ada dana desa, rencana pembangunan fisik tempo dulu masih bergantung dari pemerintah Dati I dan II. Namun kini, bukan rahasia lagi bahwa dana desa jumlahnya menyaingi bahkan melebihi anggaran infrastruktur Pemda tersebut di atas. Untuk Flores Timur misalnya, jika semua desa mendapat alokasi 1 milyar, maka hampir seperempat triliun dana mengalir ke desa-desa. Sementara semua paket proyek jalan di Flores Timur nilainya hanya sekitar seratusan milyar yang artinya baru menyamai sebagian dari dana desa.
Artinya, desa cukup punya kemampuan untuk membangun wilayah walaupun hanya sebatas dalam cakupan kecil. Demikian pula, ruas jalan yang belum tersentuh anggaran pemerintah atasan dapat disiasati dengan dana desa. Sejumlah ruas jalan penghubung antar desa yang selama ini dikenai status jalan kabupaten dapat diselesaikan secara kerjasama antara desa dan Kabupaten. Beberapa ruas jalan di Flores Timur telah menerapkan cara ini. Contohnya di desa Demondei, pihak desa Demondei dengan dana desa membangun dari arah gunung, desa Mewet (warganya adalah translok dari Demondei) membangun dari arah pantai, sementara pihak kabupaten menyelesaikan pengaspalan di bagian tengah dilengkapi dengan sebuah jembatan. Maka kini, anda cukup nyaman melintasi jalur Mewet ke Demondei yang merupakan kolaborasi antara desa dan Kabupaten.
Jika semua desa ikut membangun jalan desa, maka akan ada ratusan kilometer jalan dapat diselesaikan per tahunnya di Flores Timur. Tentu saja, desa dapat membangun ruas jalan yang dapat diselesaikan dengan kemampuan dana yang ada yaitu yang bernilai ratusan juta. Sementara pekerjaan jalan yang bernilai di atas satu milyar atau misalnya jembatan yang bernilai beberapa milyar dapat diselesaikan oleh pihak pemerintah atasan.
Jika desa bersemangat membangun ruas jalan pedalaman atau ke wilayah produktif, maka lalulintas kendaraan ke sana akan meningkat pula moda transportasi yang dimiliki warga. Dengan peningkatan lalulintas orang dan barang pada ruas bersangkutan, maka pemerintah kabupaten pun akan lebih mudah menjadikan ruas jalan tersebut menjadi prioritas untuk segera dibangun. (Teks: Simpet Soge)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar